Thursday, November 14, 2013

Aquaponik – Gaya Hidup Berbasis Pertanian

Rifki Irawan – P056120222.41E
Mahasiswa Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor

Konsep tentang ramah lingkungan merupakan konsep yang sedang berkembang didunia. Gaya hidup yang ramah lingkungan terutama terkait dengan produksi makanan dengan cara yang lebih bersahabat dengan bumi di lingkungan perkotaan yang biasanya tidak memadai untuk menjadi lahan pertanian atau bercocok tanam juga telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebuah konsep unik ini lebih dikenal dengan nama: agrikultur urban. Di sana, tanaman dipelihara di dalam dan di atas atap bangunan yang berada dalam wilayah perkotaan yang padat penduduk. Untuk menyiasati lahan yang tak lazim ini, para petani di dalamnya juga menggunakan berbagai metode. Salah satu metode yang digunakan adalah hidroponik, yang memungkinkan petani bercocok tanam tanpa tanah dan hanya menggunakan air. Metode lain yang jarang digunakan ialah aquaponik yang menggunakan sampah dari peternakan ikan untuk membantu pertumbuhan tanaman yang dikembangkan secara hidroponik.

Berbisnis aquaponik memang menghasilkan keuntungan ganda yaitu sayuran dan ikan. Tapi penggunanya dituntut untuk menguasai dua bagian tersebut. Disisi lain pengguna tidak hanya memikirkan budidaya ikan saja, tapi harus membuat sistem air hingga bisa dialirkan ke hidroponik atau penanaman sayuran. Dalam berbisnis aquaponik ini menuntut setiap penggunanya untuk mengasah daya kreasi mereka.

Pengertian Aquaponik.

Aquaponik adalah sebuah sebuah gabungan dua sistem konvensional aquakultur (sebuah system pertanian memelihara dan mengembangbiakan ikan, udang, siput di dalam sebuah tangki atau kolam ikan) dengan sistem hidroponik (menanam tanaman di atas air atau dengan bantuan media air) di dalam sebuah lingkungan dengan simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan. Atau untuk lebih menyederhanakan pengertian dari aquaponik ini adalah sebuah sistem yang menggabungkan pembesaran ikan dengan pembesaran tanaman yang membentuk hubungan saling menguntungkan.

Penelitian tentang akuaponik dimulai oleh Universitas Virgin Island (UVI) sejak tahun 1971, penelitian berawal dari sulitnya memelihara ikan air tawar dan sayuran di pulau Semiarid, Australia. Hasil dari penelitian tersebut kemudian digunakan sebagai dasar pada sistem akuaponik untuk tujuan komersil, namun upaya pengembangan sistem ini masih mengalami banyak kendala, barulah pada tahun 1980-an sistem akuaponik mulai berkembang luas. Sampai tahun 1980-an, seluruh usaha dalam menggabungkan akuakultur dan hidroponik tidak semuanya berhasil, namun beragam inovasi yang dilakukan telah mengubah teknologi akuaponik menjadi salah sistem untuk memproduksi bahan makanan. Karena akuaponik hemat energi, mencegah keluarnya limbah ke lingkungan, menghasilkan pupuk organik untuk tanaman (lebih baik dari bahan kimia), menggunakan kembali air limbah melalui biofiltrasi dan menjamin produksi bahan makanan melalui multi-kultur, membuat akuaponik pantas dikatakan salah satu model panutan untuk green technology.

Cara kerja dari aquaponik adalah sebagai berikut, ikan akan menghasilkan amonia yang menguntungkan bagi bakteria, dan bakteria tersebut akan mengubahnya menjadi nitrates atau semacam makanan bagi tumbuhan. Jadi simbiosis mutualisme yang terjadi di sistem ini adalah ikan akan memberi makan tanaman dan tanaman akan membersihkan air bagi ikan, dan pada akhirnya kita akan memakan baik ikan maupun tumbuhan/sayuran yang bersangkutan.

Keuntungan dari sistem aquaponik adalah :

  • Penggunaan air yang lebih efisien
  • Sistem aquaponik meniru sistem alami sehingga tidak terjadi polusi atau penurunan kualitas lingkungan
  • Tidak diperlukan penggalian atau lahan yang ekstra luas
  • Sistem aquaponik dapat didesain sedemikian rupa atau mudah dimodifikasi sesuai dengan keinginan sehingga dapat diterapkan juga bagi para penyandang cacat
  • Tingkat produksi aquaponik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan berkebun dengan cara konvensional
  • Dapat menjadi sebuah proses belajar bagi seluruh keluarga atau unit usaha kecil

Sistem Aquaponik

Peralatan atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain sistem aquaponik adalah :

  1. Tempat pembesaran ikan / kolam - Tingkat kerapatan ikan per m3 , contoh jika target kita membesarkan lele dengan 1 kg isi 7 ekor, target sistem kita 30 kg/m3, maka butuh padat tebar ikan 30 kg x 7 ekor per m3 yaitu 210 ekor.
  2. Tempat pembesaran tanaman - Tingkat kerapatan tanaman per m2, hal ini dimaksudkan karena adanya beda kepadatan antara tanaman sayuran dengan tanaman yang akan diambil buahnya.
  3. Bak penampungan - Mengatur sirkulasi air dalam sistem, karena apabila ditaruh dalam kolam pembesaran ikan konvensional akan ada resiko jika kolam tersebut mengalami kekeringan laten (tingkat kekeringan yang berkala).
  4. Tingkat aliran air / Pompa air - Mempunyai fungsi sirkulasi dan membantu aliran nutrisi.

Aplikasi Aquaponik

Salah satu contoh perusahaan yang mengembangkan system aquaponik ini adalah Randi Farm di Purwokerto. Randi Farm milik Yusuf Randi, menerapkan teknologi teknik bertanam tanpa tanah yang memanfaatkan kolam budidaya ikan ini.

Awalnya Randi tertarik dengan teknologi hidroponik pada saat magang kerja di Parung dan penelitian skripsinya. Dan pada Agustus 2010, ia mulai coba-coba menanam sayuran di sekitar pondokannya. Ia menanam selada dengan teknologi hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) pada lahan seluas 4 m x 2 m. Hasil panennya langsung ditawarkan ke pasar swalayan terkemuka di Purwokerto, Jateng, dan responnya pun cukup bagus. Saat ia Randi tergerak untuk mengembangkan usahanya. Ia lalu membaca literatur mengenai akuaponik.
Berbekal literatur tersebut, Oktober 2010 Randi membangun kolam 1 m x 4 m dan 1 m x 3,5 m masing-masing sejumlah 17 kolam. Di atas lahan seluas 700 m2 itu, dia membudidayakan kangkung dan lele dengan teknologi akuaponik.

Air bernutrisi dari pakan dan kotoran ikan dengan ketinggian 30 cm dialirkan melalui pompa akuarium ke pertanaman menyerupai rak setinggi 80 cm. Nutrisi terserap oleh tanaman untuk pertumbuhan. Tanaman melepas air kaya oksigen yang dialirkan kembali ke dalam kolam lele. “Perputaran air ini menjadi sebuah media simbiosis mutualisme antara ikan dan sayuran,” jelas mahasiswa S2 Fakultas Pertanian, Universitas Soedirman, Purwokerto, ini.

Untuk pakan lele, sebanyak 75 persen menggunakan pakan racikan sendiri. Komposisinya  terdiri dari olahan 9 kg tumbukan kepala ikan laut, 3 kg parutan singkong, 1,5 kg bekatul, 0,25 kg tepung tapioka, dan 0,25 ons daun bambu. Olahan tersebut difermentasikan dengan EM4 selama 7 hari sehingga siap pakai. Selebihnya yang 25 persen menggunakan pakan pabrikan.

Menurut Randi, kendala yang dihadapi ketika musim pancaroba tiba adalah suhu air tidak dapat terkontrol menyebabkan kematian lele mencapai 20 – 35 persen. Sekarang ini ia sedang berupaya mengubah ketinggian kolamnya menjadi 1,5 m dan bagian dasar kolam akan diberi tumpukan karung berisi kotoran sapi sebagai simpanan nutrisi, tanah sebagai penyangga (buffer) dan bagian permukaan air akan diberi Azolla sp., yakni tumbuhan paku air untuk menetralkan pH. Tambahan lainnya, ia juga sedang membudidayakan maggot sebagai pengganti pellet ikan.

Beberapa kali ibu-ibu PKK dan kerlompok tani mendatangi farm-nya melihat-lihat dan belajar tentang teknoogi akuaponik. “Saya yakin teknologi ini bisa menjadi bisnis yang sifatnya massal,” ujar Randi. Teknologi ini akan semakin bermanfaat apabila diaplikasikan di daerah-daerah yang tanahnya tidak subur untuk menanam sayuran. Pembudidaya dapat dengan mudah memperoleh sayuran dan ikan yang sehat.

Saat ini sayuran yang dibudidayakan memang baru kangkung. Namun, menurutnya, teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa jenis sayuran. Hanya saja, jika membudidayakan sayuran daun dan sayuran buah secara bersamaan, tempatnya harus dipisahkan.
Fakta dari metode ini yang telah diterapkan oleh beberapa petani dan perusahaan pertanian, terutama petani-petani akuakultur dan hidroponik telah menunjukka bahwa teknik ini sangat efektif dan efisien di mana dengan tidak menggunakan tanah sama sekali adalah sesuatu yang sangat cocok untuk diaplikasikan di lingkungan perkotaan. Suplai makanan sehat dapat tumbuh dan dihasilkan dengan jumlah yang besar di atap-atap rumah, parkiran dan lahan kosong atau bekas pabrik di kota-kota.

Konsep dasar bisnis yang cocok di Indonesia adalah untuk pertanian perkotaan, dimana produksi makanan/tanaman lokal bisa dilakukan di tengah kota. Para petani akuaponik di Indonesia juga bisa menghindari distribusi produk yang rumit, mahal, dan sistem yang mempertahankan agar produk tetap segar saat sampai ketangan konsumen. Oleh karena itu para petani juga menikmati sistem ini karena dapat mengantarkan produk segar mereka dengan mudah ke pintu rumah para konsumen mereka.

Daftar Pustaka

Effendi, I. 2002. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. 180 hal
http://www.agrina-online.com. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013. [kunjungan berkala].
http://www.indonesianaquaculture.com. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013. [kunjungan berkala].
http://www.randifarm.com. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013. [kunjungan berkala].

No comments:

Post a Comment