Sunday, December 1, 2013

Batik - Budaya Nasional Berkualitas Internasional

Rifki Irawan - P056120222.41E
Mahasiswa Pascasarjana MB IPB

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dahulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawah oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedangkan bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain adalah pohon mengkudu, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Jadi kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-20 dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional indonesia.

Konflik antara Indonesia dengan Malaysia kerap kali muncul karena keragaman budaya leluhur. Mengingat Malaysia adalah negara dengan budaya luhur melayu, begitupun Indonesia, khususnya di Indonesia bagian barat. Karena budaya ini dimiliki oleh kedua negara yang berbeda, maka kebudayaan yang berada di wilayah ini disebut budaya daerah abu-abu ; gray area. Budaya yang berada di wilayah ini bisa dimiliki oleh kedua belah pihak, tapi tidak boleh diklaim secara sepihak. Yang kerap terjadi, khususnya akhir-akhir ini adalah seringanya terjadi klaim di satu pihak saja. Tidak hanya itu, seringkali juga Malaysia mengklaim budaya-budaya yang tidak berada di daerah abu-abu atau yang secara sangat jelas budaya yang sangat jelas merupakan milik Indonesia, misalnya saja tari pendet yang baru saja sangat gempar diberitakan di media dan angklung serta batik Indonesia.

Belakangan juga didapati bukti bahwa lagu kebangsaan Malaysia yang berjudul ‘Negaraku’ adalah lagu yang musiknya diadopsi dari salah satu lagu lawas Indonesia yang berjudul ‘terang bulan’. Sangat banyak hal-hal yang menjadi pemicu konflik dalam hal budaya ini karena jika kita bicara tentang budaya suatu negara, makas ecara tidak langsung kita tengah berbicara tentang identitas negara tersebut yang jelas berhubungan langsung dengan kedaulatan negara yang bersangkutan.
Bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara budayanya, bukan sebagai yang menciptakan pertama kalinya.

Dunia telah mengakui batik merupakan salah satu warisan umat manusia yang dihasilkan oleh bangsa indonesia. Pengakuan serta penghargaan itu disampaikan secara resmi oleh United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO) pada tanggal 28 September 2009 di Abu Dhabi.

Pengakuan UNESCO itu diberikan terutama karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam. Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan rakyat indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun-menurun.

Pada akhirnya Indonesia bisa bernafas lega setelah sekian lama perang dingin dengan Malaysia mengenai masalah perebutan batik dan bisa menunjukan kepada dunia bahwa batik telah menjadi hak paten Indonesia, teknik membatik yang berkembang ribuan tahun lalu memang bukan berasal dari Indonesia, namun kemungkinan dari Timur Tengah dan Mesopotamia yang masuk ke Indonesia berbarengan dengan Islam. Hanya saja, perkembangan batik paling pesat terjadi di Indonesia.

Pengakuan UNESCO atas batik Indonesia ini merupakan modal dan motivasi besar bagi pengusaha batik dalam negeri untuk mengembangkan produk batik mereka ke tingkat dunia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan mencanangkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.

Ada suatu standard agar suatu ciptaan itu dapat dinilai sebagai hak cipta atas karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yaitu:
  1. Perwujudan, yaitu suatu karya diwujudkan dalam suatu media ekspresi yang berwujud yang dapat dilihat, diproduksi atau dikomunikasikan dengan cara lain, selama jangka waktu tertentu;
  2. Keaslian, yaitu karya cipta tersebut harus mempunyai keunikan tersendiri yang masih benar-benar asli dan belum dimiliki oleh pihak lain;
  3. Kreativitas, yaitu karya cipta tersebut membutuhkan penilaian kreatif yang mencerminkan kretivititas dari pencipta dengan menunjukkan karya aslinya.
Sejak Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) tahun 1982 yang disempurnakan tahun 1987 dan disempurnakan lagi pada tahun 2002, ternyata masih banyak pencipta yang mengabaikan pendaftaran hasil karya intelektualnya berupa motif batik ke Ditjen HKI, dengan alasan biaya yang cukup mahal, proses pendaftaran yang membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak menjamin karyanya tidak akan dijiplak atau ditiru oleh pihak lain yang membuat banyak dari Pencipta motif batik enggan untuk mendaftarkan ciptaannya.

Departemen Perindustrian maju selangkah dalam upayanya melestarikan dan mengembangkan produk batik di Indonesia, dengan mendaftarkan corak asli Indonesia di Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM. Logo Batikmark "batik Indonesia" mendapat Hak Cipta Nomor 034100.

Batikmark menjadi tanda yang menunjukkan identitas dan ciri batik buatan Indonesia, yang terdiri atas tiga jenis: batik tulis, batik cap, dan batik kombinasi tulis dan cap. Tujuan penerbitan sertifikasi tersebut untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa tekstil bermotif dan berproses batik adalah kekayaan tradisional Indonesia. Logo tersebut menjadi alat pembeda batik buatan Indonesia dengan produk batik dari negara lain, terutama Malaysia. Sehingga secara etika dan norma yang berlaku Malaysia sudah tidak dapat lagi mengklaim batik sebagai budaya mereka. (Irawan, 2013)

No comments:

Post a Comment